Tuesday, December 16, 2008

Bali Komodo Part 4: Tujuan Terakhir

Saya masih terlelap ketika perahu yang kami tiduri terbalik. Laut pun seperti berubah menjadi bukit-bukit air yang bergerak cepat dan memporak-porandakan perahu kami, yang sekarang hanya terlihat ujungnya saja. Langit belum juga terang dan petir menyambar-nyambar.

Saya sedang bersusah payah agar tetap berada di atas air ketika sesuatu menyentuh kaki saya. Awalnya saya kira itu kaki teman saya yang akhirnya saya temukan. Sampai tiba-tiba dari permukaan air muncul monster laut yang sangat menakutkan.

"Lim?"

Ternyata itu semua hanya mimpi? Ya iyalah.. masa.. (silahkan lanjutkan sendiri).

Pagi itu sinar mentari menyapa kami dengan hangat. Kami masih bermalas-malasan di balik selimut ketika kapten kapal kami tiba-tiba menyalakan mesin dan perahu pun mulai bergerak ke Pulau Komodo. Asisten Kapten menyiapkan sarapan pagi yaitu sepiring pisang goreng dan bergelas-gelas teh manis. Sederhana namun nikmat.

Tak lama, kami pun sampai di Pulau Komodo. Tujuan utama kami. Perahu Sang Kapten tidak bisa menepi karena tidak ada dermaga dan kami dijemput oleh perahu kecil mirip sekoci berwarna kuning terang.


Di perahu kecil menuju Pulau Komodo

Dari luar, tampak Pulau Komodo lebih terurus daripada Rinca. Komodo lebih tampak seperti Taman Nasional yang eksotis namun artificial. Sedangkan Rinca adalah versi 'liar' dan penuh petualangan.


Di depan Pulau Komodo

Dari ukuran, Pulau Komodo jauh lebih besar daripada Pulau Rinca. Itu pula yang menyebabkan kami agak jarang melihat komodo di Pulau Komodo. Karena mereka tersebar di seluruh pulau. Sedangkan Rinca lebih kecil sehingga komodonya terkonsentrasi di beberapa tempat saja.

Setelah long trek kemarin di Pulau Rinca, disini kami memilih short trek saja dan di beberapa spot kami berpapasan dengan turis bule dari (kalau tidak salah) Australia. Kalau saya perhatikan yang banyak pergi ke Komodo adalah turis-turis bule yang sudah cukup berumur. Mungkin turis mudanya lebih memilih diving yang juga sangat banyak tempatnya di Flores.

Sepanjang trekking (ranger kami yang ini tidak se-asyik ranger kami sebelumnya, Ivan si mahasiswa dari Bandung). Suaranya kecil dan kurang informatif. Tidak seperti Ivan yang memperbolehkan kami memeluk seekor komodo. OK, menyentuh.

Setelah puas trekking (lebih karena capai dibanding puas), kami bersantai di Cafe Ora (orang lokal menyebut komodo dengan ora), sambil minum minuman ringan dengan harga selangit. Kami juga beli kaos Go Komodo! (juga dengan harga selangit), hanya karena kami butuh oleh-oleh dari Pulau Komodo. Karena setiap dari kami beli kaos yang sama, kami jadi seperti rombongan anak sekolah yang tersesat.


Di pantai memakai kaos Go Komodo!

Total total, mungkin kami hanya ada di Pulau Komodo selama empat jam. Setelah itu kami langsung naik perahu kami tercinta lagi dan bergerak menuju Pulau Bidadari (ya, namanya sama dengan sebuah pulau di Kepulauan Seribu). Setelah makan siang di atas perahu (kornet sapi yang dihangatkan, lalu dimakan dengan roti cokelat), kami kembali berjemur dan tidur di atas perahu.


Berjemur di atas perahu Kapten Iling

Sayangnya kami tidak punya banyak foto di Pulau Bidadari. Namun pulau itu mempunyai spot yang sangat indah untuk snorkeling. Mungkin setara dengan yang ada di Bunaken. Pantainya pun bagus dan nyaris tidak berombak (menyenangkan untuk yang mau berjemur atau snorkeling).

Matahari semakin turun dan setelah puas berenang kami kembali naik ke perahu untuk pulang ke Labuanbajo. Di pelabuhan, kami harus berpisah dengan Kapten Iling dan asistennya (setelah membayar ongkos tentu saja). Mereka berdua sangat saya rekomendasikan untuk yang mau ke Komodo. Orangnya baik, ramah, dan bahkan ketika kami snorkeling, Kapten Iling langsung memakai celana pendek dan berjaga layaknya lifeguard dari atas kapal. Oh, dan dia juga meminjamkan kami snorkle dan memasak pisang goreng untuk kami, di luar makan malam yang kami minta.

Dari pelabuhan, kami naik angkot ke Golo Hilltop, sebuah hotel di atas bukit dengan pemandangan menakjubkan ke arah pantai dan Pulau Rinca. Harga kamar tanpa AC-nya sebetulnya murah. Namun akhirnya kami menyerah dan jam 11 malam kami minta AC dinyalakan dan harga kamar langsung naik 2 kali lipat.


Tidur di balik kelambu

Namun sebelumnya kami turun ke kota untuk makan malam. Setelah berputar-putar, kami memutuskan untuk makan di Hotel Gardena (yang membuat saya berpikir, mengapa kami tidak menginap disini saja?). Makanannya cukup murah dan enak. Dan porsinya pun banyak.

Setelah makan, kami kembali jalan kaki menuju hotel (cukup jauh, namun kami tidak berhasil menemukan angkot). Di kamar, kami main kartu dan minum bir lagi sampai mengantuk. Akhirnya kami tidur di hotel ber-AC setelah 3 malam tidur dengan kipas angin dan angin laut. Tidak heran malam itu kami tidur nyenyak sekali.

Keesokan harinya, kami sarapan di hotel dengan menu pancake atau omelet plus buah-buahan yang sangat enak. Kami makan sambil menikmati pemandangan yang sulit ditandingi oleh hotel manapun juga.


Habis sarapan di Golo Hilltop

Habis makan, kami pun bergegas menuju airport dengan naik angkot yang memaksa kami bayar 10ribu per orang. Total 60ribu. Perjalanan angkot termahal yang pernah kami alami. Sampai di Airport Komodo, kami berharap pesawat Merpati kami sudah siap berangkat dan kami hanya perlu menunggu 4 menit.


Menunggu pesawat di Bandara Komodo..

Alih-alih 4 menit, kami harus menunggu 4 jam gara-gara di-cancel. Luar biasa. Kami sudah was-was karena takutnya tidak bisa mengejar pesawat Air Asia kami ke Jakarta malam harinya. Namun jam 4 sore kami mendapat pesawat pengganti dari Riau Airlines. Kalau tahu begini, kan kami bisa mengeksplor Labuanbajo lagi.

Sampai Bali, hari sudah sangat sore dan kami langsung naik mobil sewaan menuju tempat beli oleh-oleh, yaitu Kampung Jepang dan Titiles di Denpasar, lalu makan malam singkat di daerah Seminyak. Sangat singkat sampai Bapak yang menjaga warung bingung.

Kami pun kembali was-was karena takut ketinggalan pesawat. Berbekal peta dan pengalaman beberapa hari sebelumnya, akhirnya berhasil juga sampai bandara sekitar 10 menit sebelum waktu keberangkatan, dan kami malah sempat merekam kesan dan pesan kami tentang perjalanan ini dengan camcorder.

Pesawat Air Asia itu take-off tepat waktu, dan perjalanan terasa sangat singkat. Setelah mendarat, enam orang yang sudah bersama-sama dikejar-kejar komodo itu pun harus berpisah. Well, setidaknya sampai beberapa hari kemudian ketika kami bertemu kembali untuk berbagi foto.

Adios, amigos!