Saturday, August 22, 2009

Jakarta Tidak Macet



Menurut Google Maps, jarak dari rumah saya ke kantor klien yang sekarang adalah 5.5 kilometer. Pada kenyataannya mungkin lebih jauh sedikit dari itu karena rute yang ditampilkan bukanlah rute yang biasa saya ambil.

Saya sangat bersyukur dengan jarak itu. Karena kita tahu, untuk kebanyakan orang, angkanya lebih besar dari itu. Bahkan mungkin jauh lebih besar, terutama para komuter dari daerah suburban.

Yang membuat saya bangga adalah, jarak yang 5.5 kilometer itu bisa saya tempuh dalam waktu kurang dari 30 menit. Mungkin sekitar 20 menit saja. Bagaimana caranya?

Tentu saja saya tidak membawa mobil di hari kerja. Moda transportasi saya adalah ojek langganan dan TransJakarta. Mungkin naik ojek setiap hari agak boros, tapi katanya time is money. Dan waktu yang bisa saya hemat dengan naik ojek membuat ojek itu mempunyai nilai ekonomi tinggi. Apalagi jalur yang ojek saya ambil adalah jalur yang hanya mungkin dilewati oleh motor.

Jalur TransJakarta yang saya naiki juga sangat nyaman, di jam berapapun. Saya biasa naik dari halte Bundaran Senayan sampai Bendungan Hilir, yang kalau dihitung, memang hanya berbeda tiga halte. Waktu tunggu sangat sebentar (kurang dari 3 menit), dan jarang terlalu penuh.

Pulang pun saya mengambil jalur yang sama. Naik TransJakarta sampai Senayan, lalu dijemput tukang ojek langganan, yang nomor handphone-nya sudah saya simpan (bahkan bayarnya pun mingguan).

Dengan kata lain: saya termasuk sebagian kecil warga Jakarta yang jarang mengalami kemacetan. Pernyataan berikut mungkin menjengkelkan bagi orang lain, namun sangat nikmat naik TransJakarta melaju kencang sementara pada saat yang sama, di sebelah kiri semua mobil nyaris berhenti. Demikian juga naik motor dengan kemampuan nyelap-nyelip yang tinggi. Jika saya naik taksi dari Senayan, mungkin saya perlu minimal 20 menit tambahan untuk menembus kemacetan.

Mengapa tidak bawa motor saja? Well, saya tidak bisa naik motor. Itu sebab utama. Alasan lain: untuk mencapai kantor klien saya saat ini dengan motor, saya harus memutar sangat sangat jauh karena motor tidak boleh naik jembatan Semanggi. Dan juga tarif parkir yang tidak murah. Lebih baik uangnya buat bayar ojek saja dan saya tidak perlu repot mencari parkir dan memutar jauh. Tapi sekali lagi memang masalah utamanya adalah saya tidak bisa naik motor.

Sekarang ini saya sangat menghimbau teman-teman untuk jangan manja dan hanya mau naik mobil pribadi saja kemana-mana. Kalau memang tidak nyaman untuk mengambil kendaraan umum dari rumah menuju halte TransJakarta terdekat, naiklah ojek atau bawa kendaraan ke halte terdekat, parkir, lalu lanjut dengan TransJakarta atau kendaraan umum lainnya.

Selain menghemat waktu dan mungkin uang (karena pengeluaran untuk bensin dan parkir diminimalkan), efek lain yang juga penting adalah jejak karbondioksida yang berkurang. Kebetulan saya baru saja pulang ke rumah setelah pergi ke Megaria di Jakarta Pusat. Daripada saya membawa mobil sampai Megaria, saya memarkir mobil saya di Plaza Senayan untuk kemudian melanjutkan perjalanan dengan bus Patas. Nyaman dan hemat bensin.

Oh, tentu saja gambar di atas adalah Jalan Sudirman di hari Lebaran. Di hari lain, tentunya kondisinya tidak jauh dari ini:



Setelah motto I only drive on the weekends, saat ini saya sedang berpikir untuk membeli Seli. Sepeda Lipat.

1 comment:

  1. transjakarta cukup nyaman. saya bersyukur, karena di jakarta ini saya kurang tahu lokasi dan tidak memiliki kendaraan.
    saya mencari rute transjakarta, dan itu benar2 membantu. jadi saya cukup pergi naik bajaj atau ojek ke halte busway terdekat.
    dari menteng ke ancol ke lebak bulus pun ga usah repot lagi.

    ReplyDelete