Saturday, November 21, 2009

Blunder Berjudul Midnight Cell



Awal tahun ini, seperti yang waktu itu saya tulis di blog ini juga, saya memulai project film pendek baru yang waktu itu belum berjudul. Setelah diskusi dan brainstorming, akhirnya muncul ide untuk membuat tribut untuk Wong Kar Wai dengan mengadaptasi film Chungking Express dan mengganti restoran cepat saji menjadi toko pulsa, yang menjadi poros kehidupan karakter-karakternya.

Lalu saya ingin menyisipkan dua pesan di dalam cerita adaptasi itu, yaitu tentang susahnya mencari pekerjaan (dan rendahnya kualitas sumber daya manusia kita), dan juga tentang pembajakan, tanpa menjadikan dua pesan itu terlalu menonjol di dalam cerita.

Akhirnya dengan bantuan dua orang sahabat, Joni Lima dan Imy Ferica, saya berhasil menyelesaikan skenario berjudul Midnight Cell (yang adalah versi kita untuk Midnight Express di film Chungking Express). Dan waktu itu kami cukup percaya diri dengan skenario itu dan cukup ambisius karena kami sedang membuat tribut untuk seorang sutradara yang sangat terkenal di dunia film art-house.

Proses syuting berjalan sangat sangat lama. Mungkin ini adalah proses produksi terlama yang pernah kami lewati dengan rentang masa syuting lebih dari tiga bulan (meskipun in3cities juga lama, tapi itu karena saya menunggu datangnya banjir ke Jakarta). Bahkan sempat ada titik dimana saya pikir film ini tidak akan mungkin selesai, karena kebutuhan lokasi yang sulit dan juga pemain-pemain yang tidak punya jadwal yang fleksibel.

Namun akhirnya proses produksi berakhir juga di akhir Juni, dan pasca produksi yang sudah curi start selama produksi sedang idle juga bisa dirampungkan. Ada dua hal yang kami baru lakukan pertama kali di Midnight Cell, yaitu memakai lighting dengan bantuan dari teman kami ex-volunteer Minikino, Dian Siswandi, dan memakai score yang dibuat di studio musik oleh teman kami yang kuliah musik, Yoanne Theodora. Jadi pada intinya kami sangat optimis dengan film ini, yang memakan banyak waktu, biaya, dan energi.

Film selesai edit pada bulan Juli dan kami mengadakan pemutaran perdana untuk teman-teman tanggal 8 Juli 2009 di Subtitles Dharmawangsa. Reaksi penonton sebetulnya sudah bisa diduga, yaitu mereka merasa filmnya bagus, tapi mereka tidak mengerti. Waktu itu kami mengira bahwa itu mungkin karena rata-rata mereka bukan penonton film pendek.

Lalu saya men-submit Midnight Cell ke Festival Film Pendek Konfiden 2009 dengan keyakinan bahwa film ini setidaknya akan lolos, seperti 4 film sebelumnya. Dan juga saya mengirimkan sebuah copy lagi ke Jiffest 2009, berharap dapat masuk ke dalam program S-Express Indonesia.

Setelah lama menunggu kabar dan tidak ada aktifitas promosi/screening lagi, akhirnya kabar datang dari Konfiden pada bulan Oktober lalu. Sebuah kabar yang sangat tak terduga, karena ternyata Midnight Cell tidak lolos dalam proses penjurian.

Saya berpikir, bagaimana mungkin film ini tidak lolos, sementara film-film kami sebelumnya lolos? Apakah memang Konfiden menaikkan standar kelolosan ataukah memang Midnight Cell sedemikian buruknya sampai mendapat 'score' yang lebih rendah dari anoiF atau Antara Satu dengan yang Lain.

Saya pun menghubungi panitia via email untuk meminta kritik. Namun dibilang bahwa catatan dewan juri tidak dapat dipublikasikan dan kalau memang ingin ber-dialog, bisa datang ke kantor Konfiden, atau pada saat festival berlangsung nanti. Saya rasa saya harus mendapatkan kritik ini karena jika tidak saya tidak akan tahu dimana letak kesalahannya.

Namun pada akhir Oktober, pihak Konfiden memberi kabar lagi bahwa Midnight Cell terpilih untuk diputar pada program Nonkompetisi, yang baru diadakan tahun ini untuk memutar film-film yang tidak lolos seleksi namun masih layak tayang. Yah, saya pikir, better than nothing karena pada intinya saya selalu bingung bagaimana caranya memutar film saya untuk umum. Meskipun, ketika jadwal diumumkan, ternyata Midnight Cell diputar hari Jumat jam 3 sore. Jam kerja. Jadi tidak ada perwakilan satupun dari kru yang bisa melaporkan pandangan mata bagaimana reaksi penonton.

Kemarin juga saya baru mendapat kabar dari Jiffest. Dan, sudah bisa ditebak, mereka memohon maaf karena tidak dapat memutar Midnight Cell. Pada akhirnya, saya hanya bisa berharap bahwa film ini bisa ditonton lebih banyak orang lagi dan kami bisa belajar dari tidak lolosnya film ini agar bisa membuat film yang jauh lebih baik lagi di tahun berikut, dan tidak malah berhenti membuat film.


Jakarta, 21 November 2009

Wednesday, November 4, 2009

Balikpapan Extended

Ini adalah minggu ke-4 di Balikpapan. Tadi siang dapat kabar dari management katanya sudah dipastikan bahwa saya akan di-extend disini sampai akhir tahun. Tentu saya senang karena saya agak kurang suka terlalu sebentar di projek dan juga saya masih ingin menikmati Balikpapan, kota yang bebas dari macet.

Bandara Sepinggan

Mungkin bulan November ini saya akan merencanakan untuk tidak mengambil flyback di salah satu weekend, dan menggunakan waktu untuk pergi ke Samarinda. Sayang juga jika saya lama disini namun tidak pernah ke Samarinda yang berjarak 2-3 jam perjalanan mobil.

Acara Blackberry Telkomsel

Saat ini keadaan pekerjaan membaik, karena saya sudah hampir terbebas dari memasukkan nomor-nomor NPWP ke kotaknya di form-form pajak. Minggu ini saya sudah bergerak ke unit berikutnya. Budget untuk mengubah form pajak itu memang 15 hari. Untung saya bisa menyelesaikan tepat waktu, meski sempat frustasi di awal-awal karena harus mengubah 12 form pajak yang cukup rumit itu.

Kamar hotel

Minggu ini cukup aneh, karena saya mendapat kamar yang sama dengan minggu lalu. Hal yang belum pernah terjadi pada senior saya yang sudah berbulan-bulan disini. Untung saja kamar ini cukup nyaman dengan tembok kamar mandi kaca dan berada di lantai tujuh (cukup tinggi). Namun bosan juga mendapat view kolam renang. Sering ada acara korporat yang bising. Mungkin minggu depan saya akan meminta kamar yang membelakangi kolam renang.

Pemandangan dari kamar

Di samping hotel saya, ada sebuah taman yang cukup asri dan banyak digunakan orang untuk nongkrong atau menghabiskan waktu. Menurut saya Jakarta memerlukan taman seperti ini di tengah kota. Meskipun tidak terlalu luas namun cukup untuk menjadi ruang publik yang menurut saya adalah keharusan untuk setiap kota.

Taman ruang publik

Saya sudah lebih dari tiga minggu disini, namun masih belum tahu persis apa sebetulnya makanan khas Balikpapan. Balikpapan memang kota pendatang, sehingga makanannya pun kebanyakan makanan Jawa, Padang, atau Sulawesi. Satu-satunya makanan khas hanya makanan laut khususnya kepiting kenari. Selain itu ada Soto Banjar yang sebetulnya sangat mirip dengan soto-soto lain di Jawa. Namun ada satu sayuran yang sering hadir di berbagai menu seperti ayam penyet atau bandeng presto, yaitu terong. Jadi mungkin makanan khas Balikpapan ya, terong ini.

Rumah makan Padang terenak di Balikpapan

Mudah-mudahan saya bisa memanfaatkan semaksimal mungkin dinas saya ini. Sempat terpikir untuk menjelajah Kalimantan sampai ke Malaysia, namun rasanya tidak mungkin bila tidak ambil cuti. Yah, setidaknya bisa melihat Samarinda.

Adios!

Balikpapan, 4 November 2009