Sunday, November 7, 2010

Photo Blog: Grainy Plaza Indonesia and Surroundings

All photographs were taken with Olympus Pen E-PL1 on November 7, 2010.


Neighboring Hotel Kempinski and Bundaran HI

Standard parking rates

Inside Food Kulture

Fancy food court

Kerupuk putih

Verdict: great price, great size, great taste

An escalator near En Dining

Empty artspace

Maqui's

Miniapolis

Only for rich kids

The printed wall

Starring at the bag

Japanese hotel across the street


Bundaran HI fountain at the night time


Bus stop, or, the correct term, busway shelter.

Not sure if it's still used


Otak-otak

Wednesday, October 6, 2010

Beautiful Bromo, Impressive Ijen Part 2

Sewaktu merencanakan perjalanan, saya mengira bahwa Ijen ada di sebelah Bromo. Karena banyak sekali agen yang menawarkan paket tur Bromo-Ijen. Ternyata, Ijen letaknya sekitar 6 jam dari Bromo! Dan letaknya sudah dekat dengan Banyuwangi (kota untuk menyeberang ke Bali). Wah, rencana lumayan kacau karena sudah terlanjur membeli tiket pulang dari Surabaya. Tahu begitu kan lebih baik pulang lewat Denpasar. Lebih dekat dan lumayan bisa sekalian ke Bali.


Namun saya tetap ke Ijen. Jam 12 (dari Bromo) kita langsung ke arah Bondowoso via Pantura, lalu masuk ke kawasan hutan Ijen yang jalanannya rusak parah. Akhirnya hampir jam tujuh malam baru sampai di Catimor Homestay, salah satu dari sedikit penginapan di Kawah Ijen. Catimor Homestay pun sebetulnya adalah rumah pemilik dan kantor perkebunan kopi disana, yang aslinya adalah rumah peninggalan Belanda dari tahun 1894. Namun pada akhirnya berkembang menjadi penginapan yang selalu penuh dengan bule-bule (khususnya asal Perancis).


Di Catimor hanya ada 1 set menu untuk makan malam yang terdiri dari nasi, ayam goreng, (indo)mie goreng, sayuran, sup, dan jus stroberi yang seharusnya hanya untuk 1 orang dengan harga 100ribu. Akhirnya kita pesan 2 set menu untuk ber-4 karena merasa mahal, meski pihak hostel akhirnya menambah porsinya karena tahu kita orang lokal.


Besoknya, setelah sarapan nasi goreng dari hotel, jam 5 pagi saya sudah di mobil untuk menuju ke Kawah Ijen yang jaraknya sekitar 45 menit dari Catimor Homestay. Sampai sana kita harus membayar tiket masuk yang totalnya 2oribu untuk berempat dan satu kamera. Pak Okky, tour guide kami, tidak ikut naik. Sudah pernah, katanya. Dia juga bilang untuk sampai ke kawah kita harus mendaki sejauh 3km dan perlu waktu kira-kira 1.5 jam.


Di awal pendakian, jalur masih cukup menyenangkan karena tidak terlalu terjal. Namun setelah 500 meter, jalan semakin curam dan sempat membuat saya berhenti beberapa kali untuk mengambil napas. Kilometer kedua adalah yang terberat. Maka itu mungkin dibuat kantin kecil di akhirnya supaya pendaki bisa minum dan istirahat. Kilometer ketiga cukup curam tapi menyenangkan karena pemandangan mulai luar biasa indah.


Sepanjang mendaki, saya sering berpapasan dengan penambang belerang yang harus mengangkat belerang seberat 70kg! Saya sempat mencoba untuk mengangkat pikulannya, dan tidak bergerak sama sekali. Setelah ngobrol dengan beberapa penambang, ternyata ada yang sudah 40 tahun menjadi penambang belerang disana. Dan mereka hanya dibayar 600 rupiah per kilogramnya. Sangat membuat saya bersyukur atas pekerjaan saya.


Akhirnya, tibalah saya di hadiah yang sebenarnya setelah pendakian 3 kilometer: Kawah Ijen, yang mengeluarkan asap kuning dari pemurnian belerang. Kawah Ijen sangat spektakuler meski bukan indah. Saya dan seorang teman laki-laki memutuskan untuk turun ke kawah meski ternyata ada papan bertuliskan "All visitors are strictly forbidden to go down to the crater".


Ternyata sempat ada beberapa kecelakaan yang mengakibatkan tewasnya beberapa turis asing yang tergelincir di dalam kawah. Karena memang disana tidak ada pengaman apa-apa, tidak seperti Bromo yang bahkan dibuatkan tangga. Namun jika kita berhati-hati (dan mengikuti jejak penambang), seharusnya aman-aman saja.


Turun dan kemudian mendaki kembali kawah itu membuat pendakian 3 kilometer sebelumnya menjadi seperti jalan-jalan di taman. Saya betul-betul harus berhenti setiap 10 detik karena jalan berbatu-batu yang ultra curam. Setelah akhirnya berhasil kembali sampai di bibir kawah, saya harus beristirahat selama 20 menit sebelum sanggup untuk pulang dan turun gunung dengan jarak 3 kilometer ke bawah itu.


Ijen membuat Bromo menjadi biasa saja. Dan saya ingin kembali lagi kesana karena belum sempat pergi ke air terjun dan menikmati Ijen di siang hari. Saran saya, datanglah sekitar jam 2-3 sore agar masih sempat untuk keliling di hari pertama. Dan jangan lupa mencicipi kopi dari perkebunan yang tersedia di hostel. Dan bila Anda tidak sanggup turun gunung, penambang-penambang belerang itu sanggup menggendong Anda sampai ke bawah sana!

Wednesday, September 29, 2010

Beautiful Bromo, Impressive Ijen Part 1

Akhirnya, kesampaian juga untuk mengunjungi dua tempat wisata alam paling terkenal di Jawa: Gunung Bromo dan Kawah Ijen. Agak aneh juga karena saya sudah pernah ke Pulau Komodo tapi belum pernah ke Bromo. Maka ketika ada ajakan untuk kesana setelah Lebaran kemarin, saya langsung mengiyakan.

Mungkin salah bila saya bilang Kawah Ijen adalah wisata alam paling terkenal di Jawa. Karena orang Surabaya pun belum tentu tahu. Yang benar adalah: terkenal bagi wisatawan asing. Kawah Ijen adalah tujuan wajib bagi bule-bule yang berwisata ke Jawa. Bahkan ada bule Perancis yang bilang bahwa Kawah Ijen adalah tempat yang paling bagus se-Jawa. Suatu pendapat yang akhirnya saya setujui setelah pulang dari Ijen.

Berbekal tiket Garuda murah dari Jakarta, saya terbang ke Malang dan langsung dijemput oleh Pak Okky(081233442506) dari travel BSX dengan mobil Avanza. Pak Okky orangnya ramah, sabar, dan berpengetahuan luas. Dan penampilannya lebih seperti seorang manajer berpakaian kasual (dengan kacamata hitam kerennya itu) dibanding driver atau guide.

Tujuan pertama adalah Taman Safari Indonesia 2, yang menurut saya lebih bagus dari yang di Cisarua. Lebih kecil, tapi lebih bagus, mungkin karena baru. Cukup puas juga melihat llama, babirusa, komodo, harimau putih, dan lain lain.

Setelah ber-safari ria, tujuan selanjutnya (yang sebetulnya kurang penting untuk dikunjungi) adalah Batu Night Spectacular. Kita memutuskan kesana karena katanya ada taman lampion yang indah sekali di malam hari. Setelah sampai, ternyata BNS tak lebih dari Genting versi kecil dan murah. Untuk turis lokal Jawa Timur, BNS sangat menarik dan ramai dikunjungi. Namun untuk orang Jakarta (apalagi luar negeri), kurang menarik. Namun harus diakui, taman lampionnya itu cukup keren. Ditambah lagi dengan udaranya yang sejuk. Jika mau lihat, datanglah sekitar jam 5.30 dan langsung menuju taman lampionnya (tidak perlu mencoba wahana lain, khususnya Sinema 4D yang sungguh mengecewakan).

Dari Batu, saya dan teman-teman langsung menuju Cemoro Lawang (kurang lebih 3 jam), yang letaknya di kaki gunung Bromo. Check-in ke hotel Cemara Indah (harus booking jauh-jauh hari, harga peak season 400ribu per malam untuk twin room, bisa untuk 4 orang), dan langsung memesan jeep di pos paguyuban (300ribu, bisa untuk 6 orang). Jam 3 pagi orang hotel mengetuk pintu (wake up call ala Bromo) dan jam 4 kurang saya sudah di jeep menuju Gunung Pananjakan untuk menikmati sunrise dengan latar Gunung Bromo.

Saran saya, berangkatlah sepagi mungkin (kalau bisa jam 3) supaya jalan kaki ke puncaknya tidak terlalu jauh dan tiba lebih dulu dari yang lain. Karena Bromo sangat ramai oleh turis dari seluruh dunia dan banyak rombongan lokal di musim liburan. Jika telat, mungkin kita hanya bisa melihat punggung-punggung bule yang menutupi pemandangan.

Jangan naik ojek ke puncak. Atau kalau memang tidak kuat, bayar maksimum 5 ribu. Pengalaman kurang menyenangkan waktu naik ke puncak Pananjakan adalah karena banyaknya ojek-ojek ini. Jangan lupa makan jagung bakar ketika pulang. Harganya 5ribu dan jagungnya enak sekali.

Dari Pananjakan, jeep mengantar ke padang pasir di kaki Bromo. Ketika sampai di awal pendakian, akan banyak yang menawarkan kuda untuk naik ke atas. Saya pribadi memilih jalan kaki karena agak takut naik kuda dan memang ingin hiking. Jika naik kuda, tarif yang wajar adalah satu arah 10-20ribu. Karena awalnya pasti mereka menyebutkan angka sampai 100ribu.

Pemandangan dari puncak Bromo spektakuler. Sebelah kiri kawah dan sebelah kanan hamparan luas pegunungan dan padang pasir bekas luapan magma. Oh, satu tips lagi. Bromo tidak sedingin itu. Jadi jika ada yang menawarkan sewa jaket seharga 25 ribu di hotel, jangan mau. Tapi memang anginnya cukup menusuk. Jadi harus memakai windbreaker di sekujur tubuh (termasuk kepala dan tangan). Saya membawa sarung tangan dari rumah dan membeli kupluk disana.


Next: Impressive Ijen

*clicking the first 3 images will take you to the represented albums

Monday, June 28, 2010

Late Twenties

Sobekan kalender di hari saya lahir.

Julie Powell dalam Julie & Julia mempunyai kekhawatiran ketika akan memasuki umur tiga puluh. Ia bekerja di dalam kubikel kecil dan harus menjawab telepon dari klien-klien yang kasar. Lantas Julie menemukan semangat baru dengan membuat The Julie & Julia Project, yaitu proyek pribadi untuk memasak semua resep Julia Child dalam 1 tahun, dan menulis blog tentang itu.

Saya mungkin masih punya empat tahun lagi sebelum berumur tiga puluh. Tapi saya punya kekhawatiran yang sama. Saya merasa ada banyak hal yang harus dilakukan sebelum umur tiga puluh. Dan ada banyak hal yang harus dipersiapkan untuk melakukan sesuatu di umur tiga puluhan. Dan yang terparah adalah, saya merasa belum melakukan apa-apa selama 26 tahun ini.

Mungkin saya sudah membuat beberapa film pendek dan sudah empat tahun berturut-turut hadir di festival film pendek nasional terbesar, dan sudah bekerja selama hampir empat tahun juga di dua perusahaan IT consulting besar. Tapi saya merasa seharusnya bisa lebih dari itu dan masih terlalu banyak menyia-nyiakan waktu. Mungkin membuat target jangka pendek dan deadline memang perlu. Seperti yang Julie lakukan dengan membuat The Julie & Julia Project. Dia tahu berapa hari yang tersisa dan berapa resep yang masih harus dibuat.

Kaos berwarna KNVB bertuliskan tanggal ulang tahun.

Bicara tentang target jangka pendek, sebetulnya saya sedang behind schedule cukup parah. Biasanya di bulan-bulan ini saya sudah selesai shooting film pendek dan tinggal mengedit, atau bahkan tinggal menyiapkan copy film untuk dikirimkan ke festival. Namun tahun ini progres saya masih nol. Cerita belum ada, pemain belum ada, apalagi skenario.

Tentang pekerjaan (sejauh ini film pendek adalah hobi), saya juga sedang berusaha untuk keluar dari zona nyaman dengan meninggalkan pemrograman (mungkin untuk sejenak). Banyak orang akan menganggap ini langkah bodoh, karena saya akan mulai dari nol dan dianggap anak baru lagi. Tapi saya merasa ini penting. Memperluas pengetahuan saya rasa sama pentingnya dengan memperdalam pengetahuan.

Akhirnya saya cuma bisa berharap dan berusaha agar kedua dunia ini bisa berjalan beriringan dan saling memberi jalan. Mungkin fokus terpecah tapi sepertinya itu yang terbaik untuk saat ini. Dan saya harap blog saya bisa seterkenal blog The Julie & Julia Project milik Julie Powell.

Here comes my late twenties!

Thursday, May 13, 2010

Pasar Apung Lok Baintan, Banjarmasin

Pada akhir Januari kemarin, satu hari setelah hari terakhir saya ditugaskan di Balikpapan, saya menyempatkan diri mengunjungi pasar apung di Banjarmasin.

Sebetulnya saya ingin menunjungi Pulau Derawan di Kalimantan Timur, namun teman-teman kantor membatalkan rencana itu. Maka jadilah saya pergi ke Banjarmasin, karena terlalu mahal untuk pergi ke Derawan sendirian. Pada intinya saya ingin berlibur di Kalimantan sebelum kembali ke Jawa. Dan pasar apung di Banjarmasin ada dalam daftar yang wajib dikunjungi.

Tidak ada foto dalam perjalanan kali ini. Hanya video. Maaf kalau resolusinya agak rendah, demi kecepatan download streaming. Jika ingin langsung melihat pasar apung yang colorful itu, fast forward ke menit 4:00. Enjoy!

*update: video sudah diganti dengan durasi yang lebih singkat dan resolusi yang lebih tinggi.

Tuesday, March 16, 2010

Photo Blog: My Stay in Balikpapan

I stayed at Novotel Balikpapan for at least 50 nights. Here are the pictures I took in my last week of stay.


The hanger. Not used too often.


Really wish this air-con controller has sleep function


Had to fill up this form every night and put my laundry in the bag


Not bright enough to read with


My bag and the shades


I always hang the towel but the housekeeper always give me a new one on Wednesday


Frozen juice from supermarket, and the only free beverage in the room. Coffee and tea.


Main use: "Could you get me laundry from last week?"


TV set is small and outdated


Always bring home this pair of sandals (and daily supply of shower caps for the women in my house)


Well, this one is not originally in the room. Brought this to get rid of the silence.


When there is signal, I use this to tweet. And news browsing.


Tried to read this book every night. Only managed to read like a quarter of it.


The decorative painting and a package of brown sugar


Default items in breakfast: these, and coffee.


A personal favorite, but not ordering it too often because it's so big.


Have to wait for this at least twice a day.

That's about it. Hopefully will come back there again in the future.