Sunday, November 30, 2008

Babi Buta yang Ingin Terbang



Babi Buta secara singkat bercerita tentang bagaimana rasanya menjadi orang Cina di Indonesia. Tanpa struktur yang jelas dan cerita berpindah-pindah dari masa kecil Linda (Ladya Cheryl), masa dewasa, dan diselingi dengan gambaran metafora seekor babi yang diikat ke sebuah batang pohon.

Begitu banyak yang bisa kita diskusikan mengenai film ini. Termasuk adegan disturbing oleh Joko Anwar, Pong Harjatmo, dan Wicaksono. Adegan apa itu, lebih baik ditonton sendiri. Hampir pasti, film ini tidak akan pernah diputar di bioskop di Indonesia (selain Kineforum tentunya). Selain muatan politis yang sangat berani, juga karena adegan disturbing itu tadi.

Cerita berjalan dengan subtle dan minim dialog. Sejak adegan pembuka yang berupa pertandingan internasional bulu tangkis Indonesia lawan China dengan angle statis dan hampir slow motion tanpa suara (hanya suara raket saja yang kita dengar), kita tahu bahwa ini bukan film Indonesia pada umumnya. Apalagi setelah mendengar dialog komentar seorang anak yang sedang menonton pertandingan itu: "Yang Indonesia yang mana?".

Sebuah lagu dari Stevie Wonder yang dinyanyikan ulang oleh Ramondo Gascaro dari Sore, diputar terus menerus sepanjang film ini. Mungkin saya perlu menyelidiki lebih jauh liriknya ( Saya baru saja ingin menelepon untuk bilang saya cinta kamu.. ) untuk menemukan hubungannya dengan cerita.

Awalnya saya tidak menyadari arti dari judul film ini. Namun Babi Buta itu paling mungkin mengacu pada karakter Halim (Pong Harjatmo) yang buta karena mengoperasi sendiri matanya agar terlihat lebih lebar, dan bermimpi untuk mendapatkan Green Card Lottery agar bisa terbang ke Amerika.

Ibunya, Verawati (pemain bulu tangkis di adegan pembuka tadi), pasrah saja dengan kondisinya. Ia berhenti bermain karena kehilangan identitas sebagai pemain Indonesia. Sehari-hari hanya membuat pangsit saja di rumah.

Namun Linda (Ladya Cheryl) tidak ambil pusing dengan keadaan orang tuanya. Ia lebih suka bermain petasan dengan temannya, Cahyono, seorang Jepang-Menado yang suka dipukuli teman-teman sekolahnya, hanya karena dia mirip orang Cina. Dan juga mengobrol dengan Opanya sambil bermain biliar.

Awalnya saya kurang mengerti arti dan tujuan dari adegan disturbing yang saya sebut di awal, termasuk seluruh subplot tentang Helmi dan Yahya. Namun ternyata adegan itu (dan karakter Helmi dan Yahya) cukup krusial dan menjadi metaphora dari keadaan yang sesungguhnya.

Babi Buta mengangkat isu-isu sensitif ke permukaan, tanpa menjadi terlalu politis. Namun ini bukan untuk penonton Indonesia pada umumnya. Saya rasa, Babi Buta lebih cocok ditonton oleh filmmaker-filmmaker lokal sebagai acuan bagaimana caranya mengangkat tema yang personal dan sensitif menjadi sebuah cerita yang menarik dan memiliki nilai estetis yang tinggi, lalu mengemasnya menjadi film yang lebih public friendly.

Babi Buta, salah satu film Indonesia terpenting yang pernah dibuat.

Bravo, Edwin!

Babi Buta yang Ingin Terbang
Sabtu, 22 November 2008
Kineforum, TIM

No comments:

Post a Comment