Monday, November 10, 2008

Laporan dari Pembukaan FFPK 2008

Saya datang cukup telat, sekitar jam 7.20 dari yang seharusnya jam 6.30 sore. Sudah telat, salah masuk pula. Saya malah masuk ke TIM 21. Saya lupa bahwa Kineforum mempunyai lobinya sendiri. Akhirnya saya keluar lagi dan melihat ke sebelah kiri dan baru terlihat keramaian yang saya cari, lengkap dengan meja tamu untuk tanda tangan dan ambil buku acara.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, si penjaga meja tamu agak terkesiap ketika saya bilang saya adalah peserta. Mungkin penampilan saya bukan penampilan peserta pada umumnya. Setelah tanda tangan, saya diberi nametag keren dan buku acara.


Saya merasa belum pantas disebut Pembuat Film

Saya pun langsung masuk ke dalam. Tadinya saya berharap acara ngaret dan baru dimulai. Tapi sepertinya cukup tepat waktu juga, dan ketika saya masuk ke dalam ruang pemutaran (bukan Studio 1 TIM, namun ruangan di sebelahnya), lampu sudah dimatikan, tandanya kata-kata sambutan panitia, juri, dan juga celotehan MC sudah berakhir.

Setelah saya duduk, di layar projeksi sedang diputar klip FFPK 2008 yang berisi potongan-potongan adegan dari film-film yang lolos seleksi diiringi lagu yang sungguh menyenangkan, dan tulisan-tulisan penjelasan tentang festival. Yang membuat saya bangga adalah ketika melihat footage dari in3cities pada klip itu. Saya merasa menjadi bagian dari sesuatu yang besar. Dua adegan yang diambil adalah:


Adegan di Bukit Batok Park, Singapura


Lampu-lampu mobil di Jl. Asia Afrika, Jakarta

Aneh juga sebetulnya mengapa lampu-lampu out of focus itu diambil. Tapi cukup pas dengan lagu dan gambar yang lainnya.

Setelah pemutaran klip itu (yang pasti akan diputar di setiap program pemutaran), kita diperlihatkan dua film pembuka, yaitu Ben, dan LASTRI, apa sing kowe goleti?. Ben adalah film yang agak aneh karena hanya berupa potongan video yang diperlambat sampai hampir diam, lalu ditambahkan voice over. Sedangkan Lastri adalah film Yogyakarta yang bercerita tentang seorang istri yang ingin pergi menjadi TKI di luar negeri, namun dilarang oleh suaminya.

Sejujurnya saya kurang menyukai keduanya, walaupun Lastri digarap dengan teknis yang sungguh baik dan akting yang natural dengan dialog sepenuhnya dalam bahasa Jawa. Namun masih terlalu pop dalam arti mengikuti cara-cara bercerita arus utama dan juga penggunaan musik yang kurang pas.

Setelah film pembuka diputar, tiba-tiba lampu dinyalakan dan acara pun selesai. Seorang usher menyapa saya dan memberitahu bahwa di belakang ada snack dan minuman. Saya pun mengucapkan terima kasih lalu berpapasan dengan Nia di Nata, yang cukup membuat saya salut karena dia mendukung film pendek kita. Riri Riza yang filmnya diputar saja tidak terlihat.

Ketika saya berjalan keluar, tiba-tiba ada seorang perempuan panitia yang memanggil saya lalu berkata, "Mas peserta kan? Boleh kita wawancara sebentar?". Ketika itu, sedang ada peserta lain yang sedang diwawancara (lengkap dengan kamera video dan lampu), sehingga saya harus menunggu sejenak.

Jika saya tidak salah ingat, ini adalah kali pertama saya diwawancara (selain wawancara kerja tentunya). Pertanyaannya berkisar antara: bagaimana perasaannya setelah filmnya lolos kali ini? (senang), apa pendapatnya tentang acara pembukaan? (maaf, saya telat), dan apa pendapat Anda tentang film pendek Indonesia (mungkin ada baiknya jika FFPK adalah bagian dari Jiffest).

Setelah wawancara, saya pun mengambil snack (air putih dan kue basah yang saya tidak tahu namanya), makan sambil melihat-lihat pengunjung lain, lalu pulang.

Mudah-mudahan besok seramai, atau kalau bisa, lebih ramai lagi dari ini.

No comments:

Post a Comment