Tuesday, November 25, 2008

Bali Komodo Part 3: Berpetualang di Taman Jurassic

Pagi itu kami mendapat sarapan pagi dari hotel (saya rasa di Dua Dara kemarin juga seharusnya kami dapat sarapan. Sayangnya saya tidak minta). Setangkup roti panggang, kopi, teh, dan segelas besar jus (entah jus apa). Kurang lebih sama dengan yang ditawarkan hotel berbintang, namun dengan penyajian yang ala kadarnya.

Selesai makan, kami tersadar bahwa kami harus sampai di airport saat itu juga, padahal kami masih di Ubud (OK, sedikit berlebihan). Kami langsung check-out dan ngebut ke arah Denpasar. Ketegangan melanda kami semua dan perut saya sakit akibat jus tidak jelas tadi. Kami semua duduk terdiam di mobil sambil harap-harap cemas. Mudah-mudahan tidak nyasar lagi.

Untungnya, berkat bantuan peta dan pengalaman jalan pergi kemarin, kami bisa sampai airport tepat pada waktunya, yaitu 15 menit sebelum pesawat lepas landas. Setelah saya menyelesaikan urusan dengan perut di toilet airport yang tidak bisa di-flush, saya langsung menghampiri yang lain dan bergegas menuju ruang terminal. Semua dilakukan dengan sangat cepat dan tiba-tiba kami sudah duduk berhadap-hadapan di dalam bus airport menuju pesawat.

Saya mengira pesawat Merpati itu kecil. Ternyata memang kecil. Namun penerbangan sangat mulus (bahkan lebih mulus dari penerbangan Air Asia dari Jakarta). Dan kami bisa melihat keindahan Bali, Lombok, dan Flores dari udara.


Di depan Merpati, Bandara Komodo

Setelah mendarat di Bandara Komodo (ya, namanya memang itu), kami langsung disambut oleh tukang bemo (sebutan untuk angkot) dan tukang-tukang lainnya yang menggedor-gedor kaca ruang kedatangan. Kami merasa terancam! Walaupun saya juga agak merasa seperti selebritis yang disambut wartawan.

Kami pun memberanikan diri untuk menerobos orang-orang itu, lalu ke parkiran untuk negosiasi langsung dengan tukang bemo yang berdiri di samping bemonya. Setelah menawar, akhirnya mereka (supir dan keneknya) bersedia mengantar kami berenam ke pelabuhan dengan ongkos 30ribu.


Di Pelabuhan Labuanbajo

Pelabuhan di Labuanbajo cukup bagus dengan pemandangan indah ke laut lepas dengan dua dermaga panjang. Kami berjalan menyusuri dermaga sambil mencoba menawar perahu untuk mengantar kami ke Pulau Rinca dan Komodo. Setelah diskusi yang alot dengan seorang awak kapal berbahasa Inggris (memangnya kita di luar negeri?), akhirnya kita diselamatkan oleh yang nantinya akan menjadi kapten kapal kita tercinta, Pak Manjailing, atau akrabnya dipanggil Pak Iling, atau kalau mau lebih akrab lagi: Cap.

Pak Iling bersedia mengantar kami ke Pulau Rinca dan Komodo selama 2 hari 1 malam dengan tarif 1,5 juta termasuk makan malam dan menginap di atas kapal. Cukup pas dengan budget yang kami anggarkan, sekitar 250ribu per orang.

Kami memberi uang 200ribu ke Pak Iling untuk membeli bahan-bahan makanan untuk makan malam kami nanti, dan kami menunggu sambil makan siang di restoran di depan pelabuhan. Di restoran itu, mungkin saya makan ayam goreng terenak yang pernah saya makan.

Jam 1 tepat kami kembali ke pelabuhan dan Pak Iling sudah siap untuk berangkat dan sudah membeli bahan makanan. Kami pun naik ke perahu dan berangkat menuju Pulau Rinca. Kira-kira 3 jam dari Labuanbajo.


Perahu Pak Iling

Perahu Pak Iling kecil dan sederhana, tapi sangat menyenangkan. Ombak tidak terlalu besar dan angin sepoi-sepoi menerpa wajah kami sambil menikmati pemandangan laut dan pulau-pulau. Sepanjang perjalanan, tidak pernah kami berada di laut lepas tanpa pulau disamping. Selalu ada pulau di kanan atau kiri. Itu membuat kami merasa aman dan membuat pemandangan tidak membosankan.


Berjemur di perahu

Setelah puas berjemur di atas perahu Pak Iling, kami sampai di Loh Buaya, Pulau Rinca. Perlu Anda ketahui, Taman Nasional Komodo adalah taman nasional termahal di Indonesia. Satu orang untuk 3 hari kunjungan akan dikenakan biaya sebesar 87ribu belum termasuk biaya untuk Medium atau Long trek. Jadi total lebih dari 100ribu hanya untuk tiket masuk.

Kami sangat beruntung karena mendapat ranger yang gaul dan asyik yaitu Ivan yang ternyata adalah mahasiswa pariwisata di Bandung yang sedang magang menjadi Ranger Komodo. Ivan memperlihatkan kita komodo yang sedang pesta kerbau dan bahkan mengijinkan kita untuk memeluk salah satu komodo. Atau lebih tepatnya, menyentuh dengan ujung jari.

Menjelang sore, hujan turun rintik-rintik, namun dengan volume konstan dan terus-menerus. Akhirnya baju dan kamera kami basah. Untung saja tertolong dengan pepohonan yang rimbun (walaupun di beberapa tempat, tidak ada pohon sama sekali). Namun begitu kami tetap bersemangat (malah lebih bersemangat) untuk menjelajah Rinca dan foto-foto, meski ada resiko kamera kami rusak. Handycam saya pun sudah terkena tetes-tetes air.


Di Pulau Rinca

Setelah puas menjelajah dan menikmati matahari tenggelam, kami pun kembali ke arah Loh Buaya. Di malam hari komodo-komodo bersembunyi sehingga kami tidak melihat lagi. Sekarang giliran nyamuk-nyamuk sebesar komodo yang keluar. OK, berlebihan. Namun nyamuk disana sangat ganas dan membawa virus malaria. Akhirnya kami terus menerus menyemprot Off!, sebuah merk obat anti nyamuk untuk militer yang dibawa teman kami Joni dari Singapura. Sepanjang perjalanan kami di Flores, bau yang kami ingat adalah bau Off! ini.

Sampai di Loh Buaya, hari sudah betul-betul gelap, dan Pak Iling sudah menunggu di dermaga kecil itu. Kami langsung naik ke perahu dan ganti baju. Asisten Pak Iling yang saya lupa namanya juga menyiapkan teh manis untuk kami minum. Ivan dan beberapa orang lain pergi memancing di dermaga, di samping perahu kami.

Tak lama kemudian, makan malam dihidangkan dan kami pun makan dengan cukup lahap. Menu malam itu (yang dimasak Pak Iling dan asistennya) adalah ikan asam manis, sayuran seperti urap, dan indomie, dengan makanan penutup berupa pisang berwarna hijau.

Setelah selesai makan, kami mengobrol dengan Ivan dan yang lainnya di dermaga, sampai Pak Iling memberi tanda bahwa jangkar mau diangkat. Ternyata, kami tidak tidur menepi di Pulau Rinca, namun sekitar 100meter dari pulau. Atau dengan kata lain, di tengah lautan.


Bercengkerama sebelum tidur

Pak Iling menyingkirkan bangku ke samping, lalu menggelar kasur di tengah perahu. Lengkap dengan selimut dan bantal. Sebelum tidur, kami minum bir yang kami beli dengan harga mahal di Loh Buaya. Sambil bercerita, bergosip, dan membuat pengakuan.

Sekitar tengah malam, kami pun terlelap.

Besok: Akhirnya, Pulau Komodo.

1 comment:

  1. Hihihi Jack..tnyata emang lo tuy suka berlebihan ya!
    Dan g sperti biasa sblm membaca kata "berlebihan" yang lo tulis, g slalu kira bneran hehehee (tipe orang yg gampang percaya tanpa memikirkan fakta nya)!

    ReplyDelete